Kesan Lain Saat Sosialisasi REDD+ di Buol – Sulawesi Tengah
Setelah
disibukan dengan beberapa pekerjaan di dunia nyata, baru kini dapat
berselancar kembali di dunia maya untuk menyapa para sobat blogger yang
baik. Akhir-akhir ini, saya melaksanakan tugas di luar kota dalam rangka
sosialisasi awal dan pengumpulan data guna penetapan kabupaten
prioritas lokasi demonstration activities REDD+. Karena ini, lebih dari satu minggu saya tidak meng-update postingan blog.
Kegiatan sosialisasi dan pengumpulan data merupakan salah satu rangkaian dari program penyiapan implementasi REDD+
di Provinsi Sulawesi Tengah, untuk memilih lima kabupaten sebagai
lokasi pilot. Kegiatan ini diantaranya dilakukan di Kabupaten Buol,
salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi tengah yang terletak kurang
lebih 806 km dari kota Palu.
REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation plus) merupakan mekanisme
pemberian insentif dari negara maju ke negara berkembang apabila negara
berkembang mampu menurunkan emisi gas rumah kaca (karbon). Sosialisasi
tentang mekanisme REDD+ disambut baik oleh pemerintah Kabupaten Buol.
Melalui surat resmi, Bupati Buol menyatakan berminat untuk menjadi
kabupaten pilot REDD+ di Provinsi Sulawesi Tengah.
Disamping kesan positif atas sambutan
hangat pemerintah Kabupaten Buol sehingga pelaksanaan sosialisasi dan
pengambilan data terlaksana dengan lancar, kesan lain adalah seperti
halnya setiap kali saya mendapat tugas luar ke kabupaten, yaitu kesan
atas pemandangan di sepanjang perjalanan. Oleh karena itu, tulisan ini
tidak membicarakan tentang materi sosialisasi ataupun skema REDD+ yang agak njelimet,
melainkan tulisan tentang ungkapan pengalaman dan kesan saya di
sepanjang perjalanan pergi dan pulang antara Kota Palu dengan Kabupaten
Buol.
Untuk menuju Kabupaten Buol, sebenarnya
dapat ditempuh melalui transportasi udara, dengan pesawat seperti type
Cassa. Namun, saya bersama anggota tim menempuh perjalanan lewat darat.
Disamping pertimbangan yang agak konyol karena takut naik pesawat
berukuran kecil, juga karena pengen lihat pemandangan sekitar
perjalanan. Alasan lain dari salah satu anggota tim, karena ingin mampir
silaturrahmi ke rumah mertuanya yang ada di Kabupaten Tolitoli, salah
satu kabupaten yang dilalui dalam perjalanan dan terletak sebelum
Kabupaten Buol.
Perjalanan antara Kota Palu dengan
Kabupaten Buol kurang lebih memakan waktu lima belas jam. Dengan kondisi
jalan tidak seperti jalan Pantura di Jawa yang luas dan lurus,
perjalanan menuju Kabupaten Buol ditempuh dengan melewati pinggiran
pantai dan perbukitan sehingga lebih banyak jalan yang berkelak-kelok.
Orang yang baru datang ke Sulawesi Tengah, biasanya akan kaget atau
bahkan mabuk perjalanan saat mendapati jalan yang berkelak-kelok seperti
ular. Saat pergi pun, saya sempat masuk angin karena sebelumnya saya
dalam kondisi kurang fit. Tapi nggak lama, setelah istirahat di salah satu warung untuk minum kopi, masuk angin hilang dan perjalanan dilanjutkan kembali.
Kondisi jalan berkelak-kelok karena
banyak melewati pinggiran pantai dan perbukitan bahkan pegunungan
menjadi tidak terasa, karena pemandangan di sekitar perjalanan sangat
indah. Pemandangan indah yang banyak dijumpai diantaranya adalah hutan
pantai dengan tumbuhan paling umum adalah mangrove,
yang dapat mentolelir air asin dan tanah bergaram. Hutan pantai menjadi
habitat bagi berbagai jenis serangga, hewan dan tempat bersarang
berbagai burung. Semak rerumputan dan tanaman merambat pantai memiliki
akar serabut yang dapat menahan pasir pantai sehingga terlindung dari
erosi oleh ombak dan arus air laut.
Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya
kami mengagumi keindahan alam. Sopir yang mengendarai mobil yang kami
sewa, berkali-kali mengatakan “mestinya danau yang indah, laut yang
indah, pantai yang indah, hutan
yang indah dan alam lainnya yang indah ini dikelola, agar banyak
dikunjungi wisatawan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal”.
Untuk urusan makan atau sekedar minum
kopi, pada perjalanan menuju Kabupaten Buol banyak dijumpai
warung-warung makan di pinggir pantai yang menyediakan ikan bakar segar
dengan harga yang murah. Foto di bawah ini, merupakan salah satu warung
makan ikan bakar di pinggir pantai Pesik, Tolitoli, yang sempat saya
potret dari sisi belakang.
Sulawesi Tengah memang benar-benar kaya
akan sumberdaya laut. Saat singgah di rumah mertua salah satu anggota
tim, di Kota Tolitoli, kami dan tuan rumah bersama-sama bakar ikan. Di
sini kami makan ikan sepuas-puasnya, teman-teman yang terbiasa makan
ikan sampai bisa menghabiskan dua puluh ekor, yang dimakan tanpa nasi.
Kesan lainnya adalah beberapa warung di
perjalanan menjual buah durian dengan harga yang cukup murah. Kebetulan
saat kami ke sana bertepatan dengan musim durian. Dua kali kami singgah
di warung di pinggir jalan untuk makan durian. Karena kebanyakan makan
durian, seorang teman merasakan tegang di lehernya. Durian memang enak,
kalo saja tidak ingat bahaya kolesterol, sayapun pengennya makan terus.
“mumpung murah, hehehe…”.
Kabupaten Buol merupakan daerah
berkembang, dengan wilayah membentang dari arah Barat ke Timur dan
melebar dari arah Utara ke Selatan. Dilihat dari posisinya, Kabupaten
Buol terletak di bagian paling utara Sulawesi yang merupakan jalur
strategis yang menghubungkan Gorontalo dengan Sulawesi Tengah. Dilihat
dari posisinya di permukaan bumi, wilayah Kabupaten Buol secara umum
terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan serta kawasan lainnya
terletak pada pesisir pantai yang sebagian terletak di perairan Laut
Sulawesi.
Di Kota Buol, kami menginap di salah satu
hotel yang terletak di pinggir pantai. Pada malam hari, setelah tidak
ada suara televisi, deburan ombak air laut terdengar hingga di kamar
hotel, seperti ada di dalam kapal laut. Terasa sangat alami sekali.
Ketika pulang, kami singgah kembali di
Kabupaten Tolitoli. Pada dua belas tahun yang lalu, Buol masih merupakan
bagian dari Kabupaten ini, yang saat itu masih bernama Kabupaten Buol
Tolitoli. Setelah era reformasi, Tolitoli dan Buol masing-masing menjadi
kabupaten. Di kota ini, kami memyempatkan belanja jajanan khas
Tolitoli, diantaranya dampo (dodol yang terbuat dari durian), keripik dari buah nangka dan keripik dari buah sukun.
Perjalanan antara Kota Tolitoli menuju
Kota Palu kurang lebih ditempuh selama sebelas jam. Sewaktu di
perjalanan, di sekitar wilayah Tompe Kabupaten Donggala, kami berhenti
beberapa saat untuk menyaksikan sunset, dan istirahat minum kopi.
Dengan segala kekayaan dan keindahan
alamnya, bangsa Indonesia sepatutnya pandai bersyukur. Dengan
mengaktualisasikan nilai-nilai syukur dalam segala praktek kehidupan,
sehingga kekayaan dan keindahan alam ini dapat dikelola dan dimanfaatkan
secara lestari bagi kesejahteraan bangsa Indonesia, khususnya
masyarakat Sulawesi Tengah.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar